Selasa, 05 April 2011

Almanak Antik 101 Tahun 1881 - 1981 Wong Kam Fu


Almanak Antik 101 Tahun 1881 - 1981 Wong Kam Fu
Dengan 4 penanggalan : Masehi - Hijrah - Djawa - Imlik.
Hari - Pasaran - Pranotomongso.
Berikut gambar zodiak - Tjap Djie Shio - Wuku
Penulis : Empeh Wong Kam Fu - Batu - Malang
Penerbit : PT Tjermin Surabaja
Ukuran Buku : 15 x 21,6 cm
Tebal : 361 halaman
Cetakan ke 3 Nopember 1966
Harga : Rp 75.000,-
TERJUAL


Almanak berasal dari bahasa Arab, yaaitu dari kata al-manaakh. Isinnya bermacam-macam informasi tabular, yang disusun sesuai kalender. Ada data astronomi, ada statistik waktu terbit dan tenggelamnya matahari dan bulan, gerhana, hingga waktu ombak laut pasang tinggi dan hari-hari raya keagamaan. Dilihat dari sini, nampaknya almanak semula diperuntukkan untuk keperluan pertanian dan nelayan, baru kemudian pada perkembangan selanjutnya ditambahi dengan aneka rupa ramalan, yang berdasarkan hari lahgir seperti zodiak dan Cap Ji Shio ( 12 zodiak tionghoa).

Wong Kam Fu

Wong Kam Fu lahir 27 Nopember 1898 di Gresik sebagai anak tunggal yang tidak punya saudara kandung. Ia diberi nama Pek Pang Eng oleh orang tuanya Pek Tjiak Liaw--saudagar gula kopi dan kain cita yang kaya raya.

Pendidikannya tidak begitu tinggi, Hollandsch Chinese School (SD) kemudian dikeluarkan karena dinilai terlalu tua karena masuknya pun sudah besar. Wong sempat keluar negeri ke Amoy (Tiongkok selatan) lewat Singapura.

Usia 19 tahun, Wong kembali ke Surabaya. Pertama jadi wartawan di harian TJhoen Tjhioe Surabaya. Dua tahun kemudian menerbitkan The Young Republican (Surabaya) kemudian Tionghoa Gwat Po (Gresik). Harta warisan orang tuanya digunakan untuk mendirikan NV Boekhandel & Drukkerij PEK & Co dan menerbitkan mingguan Hoa Po (Gresik, 1924). Tahun 1924 Wong bahkan pernah menjadi ketua Persatuan Wartawan Tionghoa Tjoe Pit Hwee

Kemudian Wong menerbitkan Doenia Baroe (Medan, 1926), menjadi direktur percetakan Unitas, menerbitkan Soeara Baroe (Semarang,1926). Kemudian pada tahun 1927 Wong menerbitkan majalah Perdagangan (Singapura, 1927) dan direktur Sino-Java Trading Co (Hongkong, 1931). Juga menerbitkan Import & Export Bulletin, Academia Bibliotheek, menjadi perwakilan Nelson Co serta Wing Ping Trading Co.

Ia pun masih sempat menulis untuk 7 penerbitan di Indonesia: Pewarta Soerabaia, Sin Jit Po (Surabaya), Suara Semarang, Jawa Tengah (Semarang), Keng Po, Siang Po, Sin Po (Jakarta). Juga Radio Padang dan Pelita Andalas (Padang).

Ia punya kenangan manis tentang honorarium : "Waktu itu setiap 1 sentimeter berita honornya 30 sen gulden", katanya. Akan tetapi pada tahun 1935 Indonesia tertimpa malaise. Hal ini mengakibatkan tuah The Peng Oen, direktur Pewarta Soerabaia tak mampu lagi membayar honorarium.

Tiba-tiba wartawan Pek Pang Eng tertarik dunia pernujuman. yang ketika itu memang sedang ngetrend di Hongkong. Kabarnya waktu itu jumlah ahli ramal di Hongkong sampai dua ribu orang. Wong berguru pada dua orang yang paling terkenal yaitu : Tjot Pat Khan dan Mak Beng Hwe. Wong diterima belajar gratis untuk satu tahun. Pelajaran yang utama adalah Ramal nasib berdasarkan tanggal, bulan dan tahun kelahiran.

Wong pasang iklan di Pewarta Surabaja. Bunyinya: Kirimlah poswesel F 10 berikoet tanggal/boelan/tahoen kelahiran, segera terima dengan envelop tertoetoep satoe Horoscoop boeat periksa nasib sendiri berikoet 10 nasihat jang penting. Astrologher Wong Kam Foe. Penghasilan meramal lewat iklan ini luar biasa. Lebih besar dari honorarium mengarang. F 10 kursnya sama dengan 20 dollar Hongkong.

Mulai dari saat itu ia memakai nama Wong Kam Foe di dunia ramal meramal. Nama lain yang pernah digunakan adalah mBah Wongsoredjo - sebuah nama Indonesia yang dipilih Wong karena saat itu ada anjuran pemerintah bagi setiap orang tionghoa untuk berganti nama. Namun didunia penerbitan dan wartawan Wong masih menggunakan nama Pek Pang Eng.

Wong juga pernah jmengalami pasang surut nasib. Kariernya bertambah terus selain menerbitkan buku Djojobojo (1945), tahun-tahun berikutnya menjadi redaksi Min Pao (Jakarta), wartawan Malang Post, Liberty dan Soeara Rakjat Surabaya, pemimpin redaksi New Light Magazine (Jombang) dan harian Perdamaian (Surabaya). Tapi juga direktur perusahaan dagang Ang Pek Shokai (Surabaya-Semarang-Jakata-Bandung, 1943), dan pabrik gamping Kali Brantas (Wlingi, 1947).

Pada tahun 1949 nasib Wong mulai baik. Di Surabaya ia menerbitkan majalah Tjermin, majalah New Look, Bintang Soerabaia, Paris dan Indah. Wong juga mendirikan toko buku. Disamping itu karyanya banyak yang terbit misalnya buku tentang astrologi dan primbon.

Majalah Tjermin yang didirikan Wong oplahnya mencapai 15 ribu. Majalah Indah bahkan sampai 35 ribu. Modal semula hanya Rp 400 kemudian berkembang menjadi Rp 2,5 juta. Karyawan Wong mencapai lebih dari 25 orang. Banyak bekas anggota redaksi Wong yang kemudian sukses : Adhi Soekirno mendirikan harian Republik, Semarang), Soeripto Poetradjaja (Skets Massa, Surabaya), Teuku Noor H. Kande (Ria Remaja, Jakarta), Moh. Rajien (toko buku Warga, Surabaya), Djohansyah direksi Yellow Page, Kramat Jakarta).

Tibalah masa sulit bagi Pek Pang Eng. Tahun 1959 PKI makin maju. 1961, Jawatan Penerangan Surabaya mulai penuh dengan orang-orang komunis. Tahun berikutnya, Japen kirim telegram: mencabut SIT seluruh penerbitan milik Wong. Hampir 2 bulan Wong menganggur di Jakarta, biayanya tidak sedikit. Ditambah lagi hampir seluruh agen-agen penerbitannya tidak mau membayar hutang. Wong bangkrut.

Pada masa-masa akhir hidupnya Empeh tua Wong mengontrak rumah tembok yang cukup luas di Jatibaru, Jakarta. Wong buka praktek meramal dan konsultasi nasib. Wong pernah menikah 4 kali. Keempat isterinya itu yang 2 orang meninggal, yang 2 orang bercerai. Jumlah anak Wong 6 orang, seorang hilang di Hongkong ikut balatentara Dai Nippon. Anak lainnya di Singapura.

Di Jakarta, Wong Kam Fu hanya seminggu. Waktu lebihnya untuk praktek keliling selama 2 minggu menyinggahi satu dua kota. Biasanya didahului dengan memasang iklan kecil. Berkeliling dengan ditemani karyawan. Kemudian sering ditemani Joo Soen Poo, pengarang buku silat Bong Tong Hiap yang sudah 66 tahun.

Aktifitas lainnya adalah menerbitkan bulletin stensilan 2 bulan sekali yang sudah berusia 15 tahun, ia juga membantu majalah-majalah Vista, Varia Nada, Ria Remaja, Pos Muca di (Jakarta), Gala (Bandung), Bintang Baru (Surabaya).

Wong juga buka praktek konsultasi nasib 10 tahun, meliputi Bintang Suram dan Bintang Gelap disertai pembuktian ramalan nasib masa lampau.

Cita-cita Wong di hari tuanya masih seperti dulu: menerbitkan majalah. Kalau perlu majalah astrologi. Di Australia ada majalah Review Astrological Magazine.

Peramal yang sampai akhir hayatnya melayani sembilan penerbitan di Indonesia, Empeh Wong Kam Fu, 88, meninggal dunia pada hari terakhir 1984 di kediamannya, Batu. Malang.

Jenazah Empeh diperabukan, dengan dihadiri keenam anaknya.

TERJUAL

2 komentar:

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.