Contoh sebuah kamar yang disediakan buat Dewi Sri ... kamar Pasren
Ada sebuah buku yang membahas barang antik Loro Blonyo.
Judulnya Seni Kriya Boneka Jawa.
Buku tipis ini sudah langka dan tidak dicetak ulang.
Kami membuat fotocopinya untuk anda.
Tebal : 34 halaman
Harganya Rp 35.000,- belum termasuk ongkos kirim.
Dalam buku Seni Kriya Boneka Jawa banyak alamat pengrajin yang bisa kita kunjungi untuk melihat-lihat hasil karya mereka.
Dibawah ini kami cuplikkan sebagian isi buku tersebut :
Loro Blonyo
Loro artinya dua dan Blonyo artinya melumuri. Jadi artinya kurang lebih dua boneka yang dilumuri cat. Yang menarik adalah warna warni cat ini bukanlah menggambarkan pakaian biasa, melainkan pakaian
Paes Ageng.
Dua boneka laki-laki dan perempuan dalam tata busana Jawa paes ageng ini biasanya terbuat dari kayu atau tembikar. Biasanya dibuat dalam posisi duduk bersimpuh, walau ada juga yang berdiri, atau duduk di kursi.
Dalam sebuah rumah orang jawa tempo doeloe, biasanya ada sebuah kamar khurus di sentong tengah. Di dalam kamar ini ada sebuah pembaringan yang ditutupi kain kelambu hias. Pembaringan tersebut lengkap dengan bantal dan guling. Dipembaringan inilah nantinya Dewi Sri akan tidur bila datang ke rumah tersebut.
Didekat pembaringan khusus untuk Dewi Sri (pa - Sri - an) atau Pasren, diletakkan sebuah tempat beras yang disebut Pedaringan. Dan didekat pedaringan ini juga diletakkan boneka Loro Blonyo. Jadi Loro Blonyo adalah boneka pelengkap sebuah Pasren, sebuah kamar tempat padi disimpan (pedaringan). Dikamar itulah diharapkan Dewi Sri mau hadir dan tidur, karena bagi petani, Dewi Sri adalah dewi padi yang amat dihormati.
Tapi seiring dengan perkembangan jaman, lama-lama kamar khusus Pasren tidak lagi ada di rumah-rumah orang Jawa, mungkin dianggap pemborosan atau merepotkan. Akhirnya mereka hanya memelihara Loro Blonyo saja ....
Jaman dulu Di Yogyakarta semua orang boleh mempunyai loro blonyo, beda dengan di Surakarta, hanya orang berkedudukan tinggi yang boleh memeliharanya.
Dimana Loro Blonyo dibuat ?
Boneka cantik ini dibuat di dusun Bobong dan Batur, Kelurahan Putat di Gunung Kidul. Disana ada sekitar 120 pengrajin yang sehari-harinya membuat topeng, menong (boneka) loro blonyo.
Sejarah pembuatan topeng di Bobong dan Batur bermula dari Mbah Karso almarhum. Dari beliau ilmu ini diturunkan kepada menantunya. Sesudah itu baru muncul pengrajin baru yang bernama Tukiman, Sujiman, dan lainnya yang mempelajari ilmu warisan dari Mbah Karso tersebut.
Beberapa pengrajin Bobong dan Batur kemudian belajar pada pak Asmo di Gading - abdi dalem keraton Yogyakarta. Tukiran akhirnya bisa membuat Loro Blonyo. Itu terjadi tahun 1979. Kemudian berkembanglah kelompok Tukiran hingga akhirnya berjumlah 30 orang.
Sujiman juga mengembangkan usahanya membuat loro blonyo hingga anggotanya mencapai 40 orang.
Tokoh kedua dalam pembuatan Loro Blonyo adalah
Mbah Warno dari desa Krebet daerah Pajangan Bantul. Mbah Warno sebagai anak petani sejak kecil senang menonton tarian, topeng dan wayang. Menjelang dewasa Warno muda meninggalkan cangkulnya dan mendalami seni pedalangan dan seni tari.
Pada suatu hari Warno Waskito dipanggil ke mDalem Pugeran di kraton Yogyakarta. Dia diminta Gusti Puger untuk memperbaiki topeng-topeng koleksi kraton yang rusak. Warno terkesima melihat betapa indahnya koleksi topeng kraton. Ia menyanggupinya.
Sejak sibuk memperbaiki topeng keraton itulah Mbah Warno akhirnya meninggalkan dunia pedalangan dan tarian, ia memusatkan indra seninya kepada pembuatan topeng. Buatannya yang bagus menyedot datangnya kolektor kerumahnya. Karyanya menjadi kejaran kloletor dalam dan luar negeri, serta mengisi berbagai museum dan lemari pajang kolektor Indonesia dan luar negeri.
Tokoh seni boneka yang ketiga adalah Mbah Jembuk. Dia akhlinya Loro Blonyo. Rumahnya di desa Kasongan Bantul. Lelaki ini terkenal jantan, sakti atau linuwih, sehingga bila ia marah tak ada yang berani melawannya. Padahal tingkahnya kurang manusiawi .... ia suka menghukum orang dengan menginjak-injaknya ....
Mbah Jembuk akan marah kalau ada yang meniru karyanya, loro blonyo dari bahan tanah liat (tembikar). Dia akan mendatangi rumah si peniru dan menginjak-injak karyanya yang sedang dijemur, tak peduli sipemilik akan sedih melihatnya.
Mbah Jembuk mewariskan llmunya kepada adiknya : Nyi Linjik, seorang dukun beranak dan dukun pengantin.
Selain Mbah Jembuk, masih ada orang lain yang membuat Loro Blonyo di Kasongan, mereka adalah Mitro dan Maryorejo. Serta Mbah Parto Sruntul - yang biasanya membantu mengecat karya rekan-rekannya. Loro blonyo ala mbah Jembuk ini dipasarkan mbah Parto kekota dengan dipikul atau diboncengkan dengan sepeda bututnya.
Buku asli sudah habis terjual
Tinggal edisi Fotocopy.
Judul buku : Seni Kriya Boneka Jawa.
Tebal : 34 halaman
Harganya Rp 50.000,- belum termasuk ongkos kirim.